Bocoran Rahasia! Asal-usul Nama Samarinda, Ada Hubungannya Sama Rendah? Kok Nyentrik? Begini Cerita dan Sejarahnya
Bocoran Rahasia! Asal-usul Nama Samarinda, Ada Hubungannya Sama Rendah? Kok Nyentrik? Begini Cerita dan Sejarahnya-UNPLASH-
Pada awalnya, Kerajaan Kutai Kartanegara merupakan wilayah taklukan (vasal) dari Kerajaan Banjar, yang pada saat itu disebut Kerajaan Negara Dipa, yang dipimpin oleh Maharaja Suryanata.
Periode ini bertepatan dengan zaman Kerajaan Majapahit pada abad ke-14 hingga abad ke-15 Masehi. Dalam sejarah perkembangan Kota Samarinda, pusat pemerintahan Kerajaan Kutai Kartanegara berpindah dari Kutai Lama ke Tepian Batu pada tahun 1635. Setelah itu, pindah ke Pemarangan (Jembayan) pada tahun 1732, dan terakhir ke Tenggarong sejak tahun 1781 hingga 1960.
adv
Penduduk awal yang mendiami wilayah Kalimantan bagian timur dikenal sebagai Suku Kutai Kuno, yang juga disebut sebagai suku Melanti.
Mereka termasuk dalam ras Melayu Muda (Deutro Melayu), yang merupakan hasil percampuran ras Mongoloid, Melayu, dan Wedoid yang bermigrasi dari Semenanjung Kra pada abad ke-2 Sebelum Masehi (SM).
Pada abad ke-13 Masehi (tahun 1201-1300), sebelum Kota Samarinda dikenal dengan namanya saat ini, sudah ada pemukiman penduduk di enam lokasi berbeda.
Antara lain, Pulau Atas, Karang Asam, Karamumus (Karang Mumus), Luah Bakung (Loa Bakung), Sembuyutan (Sambutan), dan Mangkupelas (Mangkupalas).
Nama-nama enam kampung ini terdokumentasikan dalam manuskrip Salasilah Raja Kutai Kartanegara yang ditulis oleh Khatib Muhammad Tahir pada tanggal 30 Rabiul Awal 1265 Hijriyah (24 Februari 1849 M).
Pada tahun 1565, terjadi migrasi suku Banjar dari Batang Banyu ke daratan Kalimantan bagian timur. Kelompok Banjar, dipimpin oleh Aria Manau dari Kerajaan Kuripan (yang beragama Hindu), mendirikan Kerajaan Sadurangas (Pasir Balengkong) di daerah Paser.
Suku Banjar juga menyebar ke wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara, termasuk kawasan yang sekarang dikenal sebagai Samarinda. Mereka mulai mendiami daerah ini ketika Kerajaan Kutai Kartanegara tunduk di bawah Kerajaan Banjar.
Inilah yang menjadi latar belakang utama dalam perkembangan bahasa Banjar sebagai bahasa dominan di kalangan mayoritas penduduk Samarinda di kemudian hari, meskipun wilayah ini juga dihuni oleh berbagai suku lain seperti Jawa dan Bugis.
Pada tahun 1730, kelompok Bugis Wajo yang dipimpin oleh La Mohang Daeng Mangkona (Poa Ado yang pertama) tiba di Samarinda. Sultan Kutai menyambut kedatangan mereka dengan baik. Dalam perjanjian mereka, orang-orang Bugis berjanji untuk membantu segala kepentingan Raja Kutai, terutama dalam menghadapi musuh.
Semua kelompok Bugis tersebut memilih untuk menetap di sekitar Muara Karang Mumus (kawasan Selili Seberang). Meskipun demikian, kondisi alam daerah ini tidak begitu baik saat itu.***