Cuaca Ekstrem di Negeri Khatulistiwa: Mengapa Suhu di Indonesia Semakin Tinggi? Peneliti BRIN Mengungkapkan Sisi Gelap Perubahan Cuaca!
Ilustrasi-geralt/pixabay-
Ini disebabkan oleh tingkat kelembapan yang sangat rendah, sehingga pertumbuhan awan Cumulus menjadi sulit. Faktor kedua adalah perubahan iklim. Indonesia mengalami pengaruh iklim yang semakin berubah.
Faktor ketiga, menurut Erma, adalah El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif. Kedua fenomena ini mengakibatkan atmosfer menjadi minim akan awan, yang pada gilirannya menyebabkan kondisi lebih kering.
adv
Semakin kuatnya El Nino dan IOD, dikemukakan oleh Erma, berpotensi membuat kondisi minim awan berlanjut pada bulan-bulan mendatang.
Namun, penting untuk memahami bahwa ada efek samping dari langit cerah ini. Erma memperingatkan tentang bahaya yang terkait dengan fenomena "clear sky." Berikut adalah 5 ancaman yang harus diwaspadai:
- Energi radiasi (UV A dan B) intensitas maksimum dan durasi yang lebih lama diterima oleh permukaan bumi.
- Suhu maksimum yang lebih tinggi dan berlangsung lebih lama pada siang hari, terutama antara pukul 11 hingga 15.
- Kelembapan minimum atau kondisi kering yang diperparah oleh El Nino dan IOD positif, yang dapat dialami Indonesia selama beberapa bulan ke depan.
- Peningkatan polusi udara di Jabodetabek yang berlangsung lebih lama karena adanya lapisan inversi yang lebih tebal selama langit cerah, menyebabkan polutan terperangkap di lapisan batas atmosfer.
- Cuaca panas dan kering dapat memicu penyebaran cepat dan sulit dipadamkan dari kebakaran hutan dan lahan.
Indonesia saat ini menghadapi dua fenomena iklim sekaligus, yakni El Nino dan IOD positif. BMKG memprediksi bahwa El Nino akan tetap berada pada tingkat moderat hingga Februari 2023, sementara IOD positif akan berlangsung hingga akhir tahun 2023.
Akibat dari kedua fenomena ini, musim kemarau di Indonesia menjadi lebih ekstrem dengan cuaca yang semakin kering dan berkepanjangan.
***